Festival Film Dokumenter Internasional 2012
“Permata di Tengah Danau” Tampil Menjadi yang Terbaik

VOA/"PRLM"
ANDY
Hutagalung (paling kanan), meraih penghargaan utama Festival FIlm
Dokumenter Internasional 2012 dengan karyanya "Permata di Tengah
Danau”.*
JAKARTA, (PRLM).- Dua film dokumenter karya sineas muda terbaik
bertema pendidikan dan lingkungan hidup di dua wilayah di Sumatera raih
penghargaan bergengsi dalam Festival Film Dokumenter Internasional 2012.
Malam pemberian penghargaan berlangsung di Pusat Kebudayaan Kerajaan
Belanda, Erasmus Huis Jakarta.
Direktur Festival Film Dokumenter Internasional 2012 , Patar
Simatupang mengatakan, festival kali ini merupakan penyelenggaraan tahun
kedua, diikuti lebih dari seratus judul film karya para sineas muda di
tanah air.
“Tujuan kami yaitu, film-film dokumenter Indonesia bisa tampil di
festival-festival film dunia,tahun 2012 ini pemenang festival ini
pernah ikut dalam Festival Film Indonesia (FFI), festival dokumenter
Bali, Bandung dan Yogyakarta juga ikut, jadi lebih sulit mencari
pemenangnya,” kataPatar Simatupang.
Karya Cineas muda Andy Hutagalung asal Medan dengan film berjudul
“Permata di Tengah Danau” keluar sebagai pemenang utama. “Perhargaan
ini, dedikasi (saya) kepada masyarakat Samosir, anak-anak Samosir yang
cerdas dengan mengkonsumsi susu kerbaunya setiap hari. Ke depan tugas
kita ditanah air mempublikasikan karya dokumenter ini kepada warga di
daerah yang memang mereka belum mengerti film dokumnter itu seperti
apa?” ungkap Andy Hutagalung.
Permata di Tengah Danau, film dokumenter berdurasi 20 menit,
mengisahkan sukarelawan guru yang mendirikan sanggar belajar “Sopo
Belajar” dan mengabadikan kehidupan masyarakat , terutama peran sanggar
bagi anak-anak usia sekolah dasar di sebuah desa terpencil di Pulau
Samosir.
Pendirian sanggar ini bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi
anak-anak usia sekolah dasar di desa agar memiliki akses lebih besar
terhadap informasi , ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Sophia Pakpahan salah seorang anak yang ikut aktif dalam sanggar
“Sopo Belajar”, Samosir . Dalam film dokumenter tersebut Sophia
mengisahkan tentang beberapa hal yang membuat warga Samosir bersemangat
untuk bangkit, terutama dalam penyelamatan masa depan Danau Toba dan
masa depan pendidikan anak-anak Pulau Samosir, Sumatera Utara .
“Orang-orang membuang sampah ke danau Toba, sehingga danau tidak
indah dan tdak enak dipandang mata. Seharusnya orang menjaga, merawat
dan melestarikannya,” kata Sophia.
Karya dokumenter terbaik pilihan penonton berjudul “Pulo Aceh: Surga
Yang Terabaikan" karya RA Karamullah (22) , cineas muda asal Aceh. “Film
dokumenter ini dirampungkan sekitar dua tahun. Di Aceh, banyak objek
wisata yang menarik jika dikelola, terutama wisata bahari, pantai, ikan
dan terumbu karang yang mulai pulih setelah tsunami,” demikian papar RA
Karamullah.
Menurut Karamullah, akses transportasi dan beberapa infrastruktur
penting bagi masa depan pembangunan di Pulau Aceh masih minim dan perlu
mendapat perhatian pemeritah pusat dan daerah.
Sementara, Deirdre Tenawin (22) salah saeorang Cineas muda dari
Universitas Multimedia Nusantara Jakarta mendapat penghargaan dengan
karya dokumenternya berjudul, “Sarjana Aspal (Asli Palsu).”
“Kalau kita lihat ijazah palsu sesuatu yang ilegal, tetapi iklannya
itu beredar di internet dengan sangat banyak, seandainya pihak aparat
mau itukan hal yang mudah untuk melacaknya,” ungkap Deirdre Tenawin.
Deirdre salah seorang pemang favorit. Beberapa penonton yang
menyaksikan penanyangan film dokumenter mengatakan festival karya
dokumenter agar diperbanyak frekuensinya.
Pemenang utama festival meraih piala dan piagam serta dana pembinaan
dengan total mencapai Rp 150 juta , termasuk beberapa pemenang lainnya ,
terdiri dari 5 (lima) kategori karya favorit , serta pemenang dengan
karya terbaik pilihan penonton.
Selain memperlombakan karya cineas muda Indonesia, selama hampir
sepekan festival 25-29 September 2012 , penyelenggaran festival juga
menanyangkan film-film karya cineas Amerika Serikat, karya film
dokumenter AS mendominasi festival.
Film-film dokumenter karya Festival Film Dokumenter Internasional di
Jakarta tahun ini, didukung penuh oleh sejumlah perusahaan
media,Perhimpunan Koresponden Media Asing Jakarta (Jakarta Foreign
Correspondent Club-JFCC), pihak swasta dan Kedutaan Besar Kerajaan
Belanda di Indonesia.
International Documentary Film Festival II Jakarta, menghadirkan juri
yang terdiri dari para pakar dan cineas dalam danluar negeri. Beberapa
cineas sejumlah negara juga menajdi instruktur kegiatan pelatihan selama
tiga belas hari bagi kaum muda pencinta film di tanah air.
(voa/A-147)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar